Note: “Melaporkan
tidak Harus membayar”
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan bahwa yang dimaksud
badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, CV, BUMN, BUMD, dll.
Atas
kedudukan sebagai wajib pajak badan berkewajiban untuk Memungut,
Menyetorkan Dan Melaporkan Pajak.
Terhadap pelaporan Pajak
Penghasilan, sebagaimana dimaksud Pasal
3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan dijelaskan bahwa batas
waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah:
1)
Untuk
surat pemberitahuan masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak.
2)
Untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Pribadi, paling lama
3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
3)
Untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan untuk wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat)
bulan akhir Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan dapat dibedakan menjadi dua
yakni Surat Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan. Surat
Pemberitahuan Masa merupakan surat pemberitahuan atas masa pajak tertentu misal
bulanan, atau dua bulanan, atau tiga bulanan, namun yang banyak digunakan
adalah masa pajak bulanan. Surat pemberitahuan pajak tahunan merupakan surat
pemberitahuan untuk masa pajak tahunan.
a. Surat Pemberitahuan Masa
Batas
waktu pembayaran Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud pada Pasal 3
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan diatur dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah menjadi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 sebagai berikut:
No
|
PAJAK PENGHASILAN
|
BATAS PEMBAYARAN SETELAH MASA PAJAK BERAKHIR
|
1.
|
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong PPh
|
Tanggal 10 (sepuluh) Bulan Berikutnya
|
2.
|
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
|
Tanggal 15 (lima belas) Bulan Berikutnya
|
3.
|
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh
|
Tanggal 10 (sepuluh) Bulan Berikutnya
|
4.
|
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
|
Tanggal 15 (lima belas) Bulan Berikutnya
|
5.
|
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
|
Tanggal 10
(sepuluh) Bulan Berikutnya
|
6.
|
PPh Pasal 23 dan 26 yang
dipotong oleh Pemotong PPh
|
Tanggal 10
(sepuluh) Bulan Berikutnya
|
7.
|
PPh Pasal 25
|
Tanggal 15 (lima belas) Bulan Berikutnya
|
8.
|
PPN terutang atas kegaiatan membangun sendiri
|
Tanggal 15 (lima belas) Bulan Berikutnya
|
1) Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25
PPh
pasal 25 adalah besarnya angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan. Besarnya angsuran PPh
Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat
pemberitahuan Tahunan Pajak Tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang
telah diporong atau dipungut oleh Pihak Lain dan PPh yang terutang/dibayar
diluar negeri dapat dikreditkan dibagi 12 (dua belas) atau banyak bulan dalam
bagian tahun pajak.
Tariff PPh Badan
-
Pasal
17 Undang-Undang 36 Tahun 2008 adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen)
-
Pasal
31 E Undang-Undang 36 Tahun 2008, untuk omzet yang kurang dari Rp4.800.000.000,00
(empat milyar delapan ratus juta rupiah) adalah sebesar 50% dari 25 % (dua lima
persen) atau sebesar 12,5 % (dua belas koma lima persen).
-
PP
46 Tahun 2013 Tarif Pajak Final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto,
untuk wajib pajak yang memiliki omzet kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat
milyar delapan ratus juta rupiah).
Contoh:
Pajak
Penghasilan yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Badan Tahun 2009 adalah sebesar Rp 60.000.000,00. Maka besarnya angsuran adalah
sebesar Rp 12.000.000,-. Maka, setiap
bulan mengangsur sebesar Rp.15.000.000,-.
Dokumen Pelaporan
Surat
Setoran Pajak
Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan
Pemberitahuan
Massa Pajak PPh Pasal 25 menggunakan dokumen berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Batas waktu pembayaran Surat Setoran
Pajak (SSP) PPh Pasal 25 adalah 15 hari setelah masa pajak berakhir. Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa
PPh Pasal 25 adalah tanggal 20 Bulan Berikutnya.
Sanksi
Tidak
melaporkan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dikenakan sanksi Rp 100.000,-
(seratus ribu rupiah) (Psl. 7 UU 28 Tahun 2007 tentang KUP).
2) Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21
PPh
Pasal 21 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib
pajak pribadi. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21 wajib dipotong,
disetor, dan dilaporkan oleh pemotong pajak yaitu pemberi kerja,
bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara
kegiatan.
Tariff PPh Pasal 21
-
Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai berikut:
Keterangan
|
Tarif
|
sampai dengan Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah)
|
5 % (Lima Persen)
|
Diatas Rp50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah s.d. Rp 250.000.000,00
(Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
|
15 % (Lima Belas Persen)
|
Diatas Rp 250.000.000,00 (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) s.d. Rp
500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)
|
25 % (Dua Puluh Lima Persen)
|
Diatas Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)
|
30% (Tiga Puluh Persen)
|
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan
Tidak Kena Pajak menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 162/PMK.11/2012 disesuaikan menjadi sebagai berikut:
a.
Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga
ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b.
Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu
rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.
24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008; .
d.
Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga)
orang untuk setiap keluarga. Untuk
mempermudah perhitungan PTKP dapat dilihat sebagai berikut:
Status
Pekerja
|
PTKP (Rp)
|
Belum Kawin
|
24.300.000
|
Kawin, anak 0
|
26.325.000
|
Kawin, anak 1
|
28.350.000
|
Kawin, anak 2
|
30.375.000
|
Kawin, anak 3
|
32.400.000
|
Contoh Perhitungan
Rumus
= Penghasilan Kena Pajak x Tarif
Penghasilan
Kena Pajak = Penghasilan Bruto – Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pegawai
dengan Penghasilan Perbulan Rp 3.000.000,00, belum kawin. Berapa PPh Pasal 21
yang harus dibayar?
Jawaban:
Penghasilan
setahun Rp 3.000.000,00 x 12 = Rp 36.000.000,00
Penghasilan
kena Pajak Rp 36.000.000,00 – Rp 24.000.000,00 = Rp 12.000.000,00
PPh Pasal 21 = Rp 12.000.000,00 x 5%
= Rp 600.000,00
Dokumen Pelaporan
Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 (Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-14/PJ/2013)
Batas Waktu Pelaporan dan Pembayaran
Batas
waktu pembayaran PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pihak lain adalah Tanggal 10
bulan berikutnya. Batas waktu pelaporan PPh pasal 21 yang dipotong adalah
tanggal 20 bulan berikutnya.
Sanksi
Sanksi
keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh pasal 21 adalah sebesar Rp 100.000,00
(Psl. 7 ayat(1) UU No. 28 Tahun 2007 Ttg.
KUP)
3) Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 23
Pajak
penghasilan PPh Pasal 23 adalah merupakan PPh terutang atas penghasilan yang
diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap
yang berupa:
a)
Deviden;
b)
Bunga;
c)
Royalti;
d)
Hadiah
dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
e)
Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
f)
Imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan,
dan jasa lainnya (yang ditetapkan oleh dirjen pajak) selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
PPh
yang terhutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan wajib dipotong,
disetorkan, dan dilaporkan oleh Pemotong PPh pasal 23.
Tariff
Berdasarkan
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan tariff
Pajak Penghasilan PPh Pasal adalah sebagai berikut;
No
|
Keterangan
|
Tariff
|
1
|
Deviden;
|
15%
|
2
|
Bunga;
|
15%
|
3
|
Royalti
|
15%
|
4
|
Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
|
15%
|
5
|
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
|
2%
|
6
|
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi,
jasa konsultan, dan jasa lainnya (yang ditetapkan oleh dirjen pajak) selain
jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21
|
2%
|
Contoh Perhitungan
Rumus
: Peredaran Bruto dikalikan dengan tariff Pajak:
Anton
mendapat deviden sebesar Rp 10.000.000,00 berapakah PPh Psl 23?
Pajak
terhutang: Rp 10.000.000,00 x 15% = Rp 15.000.000,00
Dokumen Pelaporan
Surat
Pemberitahuan Pajak Massa PPh Pasal 23
Batas Waktu Pelaporan dan Pembayaran
Batas
waktu penyetoran PPh Pasal 23 tanggal 10 bulan berikutnya, Batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Massa
PPh Pasal 23 adalah Tanggal 20 Bulan berikutnya.
Sanksi
Sanksi
keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh pasal 23 adalah sebesar Rp 100.000,00
(Psl. 7 ayat(1) UU No. 28 Tahun 2007
Ttg. KUP)
0 komentar:
Posting Komentar