11.21.2013

KEWAJIBAN MELAPORKAN PAJAK PENGHASILAN SETIAP BULAN


Note: “Melaporkan tidak Harus membayar”
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan bahwa yang dimaksud badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi  perseroan terbatas, CV, BUMN, BUMD, dll.
Atas kedudukan sebagai wajib pajak badan  berkewajiban  untuk Memungut, Menyetorkan Dan Melaporkan Pajak.
Terhadap pelaporan Pajak Penghasilan, sebagaimana dimaksud Pasal  3 Undang-Undang Nomor  6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan dijelaskan bahwa batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah:
1)    Untuk surat pemberitahuan masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak.
2)    Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
3)    Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan untuk wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan akhir  Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan dapat dibedakan menjadi dua yakni Surat Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan. Surat Pemberitahuan Masa merupakan surat pemberitahuan atas masa pajak tertentu misal bulanan, atau dua bulanan, atau tiga bulanan, namun yang banyak digunakan adalah masa pajak bulanan. Surat pemberitahuan pajak tahunan merupakan surat pemberitahuan untuk masa pajak tahunan.
a.    Surat Pemberitahuan Masa
Batas waktu pembayaran Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 sebagai berikut:

No
PAJAK PENGHASILAN
BATAS PEMBAYARAN SETELAH MASA PAJAK BERAKHIR
1.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) Bulan Berikutnya
2.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Tanggal  15 (lima belas)  Bulan Berikutnya
3.
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) Bulan Berikutnya
4.
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Tanggal  15 (lima belas) Bulan Berikutnya
5.
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) Bulan Berikutnya
6.
PPh Pasal 23 dan 26  yang dipotong oleh Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) Bulan Berikutnya
7.
PPh Pasal 25
Tanggal  15 (lima belas) Bulan Berikutnya
8.
PPN terutang atas kegaiatan membangun sendiri
Tanggal  15 (lima belas) Bulan Berikutnya

1)      Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25
PPh pasal 25 adalah besarnya angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat pemberitahuan Tahunan Pajak Tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang telah diporong atau dipungut oleh Pihak Lain dan PPh yang terutang/dibayar diluar negeri dapat dikreditkan dibagi 12 (dua belas) atau banyak bulan dalam bagian tahun pajak.

Tariff PPh Badan
-          Pasal 17 Undang-Undang 36 Tahun 2008 adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen)
-          Pasal 31 E Undang-Undang 36 Tahun 2008, untuk omzet yang kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) adalah sebesar 50% dari 25 % (dua lima persen) atau sebesar 12,5 % (dua belas koma lima persen).
-          PP 46 Tahun 2013 Tarif Pajak Final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto, untuk wajib pajak yang memiliki omzet kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah).

Contoh:
Pajak Penghasilan yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun 2009 adalah sebesar Rp 60.000.000,00. Maka besarnya angsuran adalah sebesar  Rp 12.000.000,-. Maka, setiap bulan mengangsur sebesar Rp.15.000.000,-.

Dokumen Pelaporan
Surat Setoran Pajak

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan
Pemberitahuan Massa Pajak PPh Pasal 25 menggunakan dokumen berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Batas waktu pembayaran Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25 adalah 15 hari setelah masa pajak berakhir.  Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 adalah tanggal 20 Bulan Berikutnya.

Sanksi
Tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dikenakan sanksi Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) (Psl. 7 UU 28 Tahun 2007 tentang KUP).



2)      Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21 wajib dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh pemotong pajak yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara kegiatan.

Tariff PPh Pasal 21
-     Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai berikut:
Keterangan
Tarif
sampai dengan Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah)
 5 % (Lima Persen)
Diatas Rp50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah s.d. Rp 250.000.000,00 (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
15 % (Lima Belas Persen)
Diatas Rp 250.000.000,00 (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) s.d. Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah) 
25 % (Dua Puluh Lima Persen)
Diatas Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)
30% (Tiga Puluh Persen)

Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.11/2012 disesuaikan menjadi sebagai berikut:
a.       Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b.      Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.       24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; .
d.      Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Untuk mempermudah perhitungan PTKP dapat dilihat sebagai berikut:
Status Pekerja
PTKP (Rp)
Belum Kawin
24.300.000
Kawin, anak 0
26.325.000
Kawin, anak 1
28.350.000
Kawin, anak 2
30.375.000
Kawin, anak 3
32.400.000



Contoh Perhitungan
Rumus = Penghasilan Kena Pajak x Tarif
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto – Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Pegawai dengan Penghasilan Perbulan Rp 3.000.000,00, belum kawin. Berapa PPh Pasal 21 yang harus dibayar?
Jawaban:
Penghasilan setahun Rp 3.000.000,00 x 12 = Rp 36.000.000,00
Penghasilan kena Pajak Rp 36.000.000,00 – Rp 24.000.000,00 = Rp 12.000.000,00
PPh Pasal 21 = Rp 12.000.000,00 x 5% = Rp 600.000,00

Dokumen Pelaporan
Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 (Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-14/PJ/2013)

Batas Waktu Pelaporan dan Pembayaran
Batas waktu pembayaran PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pihak lain adalah Tanggal 10 bulan berikutnya. Batas waktu pelaporan PPh pasal 21 yang dipotong adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Sanksi 
Sanksi keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh pasal 21 adalah sebesar Rp 100.000,00 (Psl. 7  ayat(1) UU No. 28 Tahun 2007 Ttg. KUP)

3)      Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 23
Pajak penghasilan PPh Pasal 23 adalah merupakan PPh terutang atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang berupa:
a)      Deviden;
b)      Bunga;
c)       Royalti;
d)      Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
e)      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
f)       Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya (yang ditetapkan oleh dirjen pajak) selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

PPh yang terhutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan wajib dipotong, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pemotong PPh pasal 23.


Tariff
Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan tariff Pajak Penghasilan PPh Pasal adalah sebagai berikut;

No
Keterangan
Tariff
1
Deviden;
15%
2
Bunga;
15%
3
Royalti
15%
4
Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
15%
5
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
2%
6
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya (yang ditetapkan oleh dirjen pajak) selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21
2%

Contoh Perhitungan
Rumus : Peredaran Bruto dikalikan dengan tariff Pajak:

Anton mendapat deviden sebesar Rp 10.000.000,00 berapakah PPh Psl 23?
Pajak terhutang: Rp 10.000.000,00 x 15% = Rp 15.000.000,00

Dokumen Pelaporan
Surat Pemberitahuan Pajak Massa PPh Pasal 23

Batas Waktu Pelaporan dan Pembayaran
Batas waktu penyetoran PPh Pasal 23 tanggal 10 bulan berikutnya, Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Massa  PPh Pasal 23 adalah Tanggal 20 Bulan berikutnya.

Sanksi
Sanksi keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh pasal 23 adalah sebesar Rp 100.000,00 (Psl. 7  ayat(1) UU No. 28 Tahun 2007 Ttg. KUP)




0 komentar: