6.27.2013

PERBUATAN DAN KEPUTUSAN ADMINISTRASI NEGARA


Perbuatan-perbuatan hukum (rectshandelingen) serta keputusan-keputusan (baslissingen) daripada administrasi negara terbagi menjadi empat yakni penetapan (beschikking), rencan (plan), norma jabaran (concrete normgeving) dan legislasi semu (pseudo-wetgeving). Perbuatan-perbuatan hukum daripada Administrasi Negara tersebut diatas pada umumnya menciptakan hubungan hukum (rectsbetrekkingen). Hubungan hukum administrasi negara adalah hubungan hukum yang merupakan suatu hubungan (relationship) tertentu antara penguasa dan warga masyarakat yang diatur dalam hukum perdata. Adapun isi daripada hubungan hukum administrasi negara berupa: suatu kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, suatu hak untuk menagih atau meminta, suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang, dan suatu pemberian status kepada seseorang atau sesuatu sehingga timbulah seperangkat (set) hubungan-hubungan hukum tertentu.

PENETAPAN (BESCHIKKING) dapat dirumuskan sebagai perbuatan hukum sepihak yang bersifat administrasi negara yang dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa yang berwenang dan berwajib untuk itu. Syarat utama bagi suatu penetapan adalah bahwa tindak hukum atau perbuatan hukum (rechtshandeling) tersebut harus sepihak (eenzijdig) dan harus bersifat administrasi negara, artinya realisasi daripada suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata, kasual, dan individual. Petetapan terbagi menjadi dua yakni penetapan hukum positif dan penetapan hukum negative. Penetapan atau Keputusan Administrasi negara dimuat dalam suatu keputusan dan pada umumnya keputusan dibuat dalam bentuk tertulis dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Surat Biasa, Surat Edaran, ataupun berupa disposisi. Penetapan atau Keputusan Administrasi negera dinaman positif apabila terdapat persetujuan terhadap permasalahan yang diputuskan, sebaliknya dikatakan negative apabila terdapat penolakan terhadap permohonan daripada warga masyarakat bersangkutan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa suatu penetapan negative berlaku satu kali artinya begitu diterbitkan dan disampaikan kepada yang bersangkutan begitupula daya lakunnya (validitasnya) berakhir sehingga terbuka bagi warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengulangi permohonannya. Dengan sendirinya pengulangan daripada permohonan tersebut harus diajukan mengemukakan tambahan hal-hal, argumentasi, data. Yang diharapkan oleh warga masyarakat atas pemohon yang bersangkutan adalah keputusan yang bersifat positif (pengabulan daripada permohonan seluruh atau sebagian). Penetapan-penetapan posiitif sehari-hari dapat diklasifikasikan sebagai berikut Penetapan yang menciptakan keadaan hukum baru, Penetapan yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu obyek tertentu saja, Penetapan yang membentuk/mencipta atau membubarkan suatu badan hukum, penetapan yang member beban(kewajiban) kepada suatu badan atau perorangan, dan penetapan administrasi yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi, badan, perusahaan, atau perorangan.

RENCANA (PLAN) merupakan salah satu bentuk baru daripada perbuatan hukum administrasi negara yang menciptakan hubungan hukum (yang mengikat) antara penguasa dan para warga masyarakat. Dari aspek hukum administrasi negara rencana didefinisikan sebagai seperangkat tindakan-tindakan yang terpadu, dengan tujuan agar supaya terciptalah suatu keadaan yang tertib bilamana tindakan-tindakan tersebut telah direalisasikan. Perangkat tindakan tersebut dituangkan kedalam satu keputusan Administrasi Negara yang bersifat perbuatan huku, (rechtshandeling) sehingga terciptalah akibat-akibat hukum administrasi negara yang mengikat para warga masyarakat yang bersangkutan kepada pihak penguasa, satu sama lain memastikan agar supaya tertib keadaan dan merencanakannya apa yang akan atau harus dilakukan. Rencana adalah perbuatan hukum sepihak (eenzijdige rechtshandeling) di bidang hukum administrasi negara yang dilakukan oleh organ yang berwenang serta berwajib untuk itu.
Setiap rencana menyinggung atau mencakup berbagai macam kepentingan daripada pihak-pihak dalam masyarakat dan kepentinga-kepentingan tersebut selalau berkaitan atau kait mengkait satu dengan lainnya. Jadi penting sekali bagi setiap pihak yang berkepentingan selalau diberi tahu oleh penguasa dan mengetahui sampai mana mereka terkena oleh rencana sedang dibuat atau akan dibuat dan sampau dimana hak-hak mereka atas obyek-obyek pemilikan mereka telah atau mengalami perubahan.

NORMA JABARAN ATAU PENORMAAN JABATAN
Norma jabaran adalah suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) daripada Penguasa Administrasi Negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan undang-undang mempunyai isi yang konkrit dan praktis dan dapat diterapkan menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap undang-undang dan apda umumnya juga pepraturan pemerintah hanya memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat prinsip atau umum, abstrak, dan impersonal sedangkan dalam praktek kehidupan masyarakat selalau bersifat konkrit dan kasual (menurut kasus tertentu) dan personal. Oleh karena itu, maka setiap ketentuan undang-undang (dalam arti luas) yang bersifat umum perlu dijabarkan lebih lanjut oleh administrasi negara. Penormaan jabaran bukan penetapan (beschikking) melainkan suatu sarana belaka untuk membuat ketentuan umum peraundang-undangan dapat diterapkan kedalam praktek. Norma jabar bukan peraturan yang berlaku umum, bukan undang-undang dalam arti luas. Namun demikian, norma jabaran wajib diumumkan secara luas agar supaya setiap warga masyarakan atau pihak yang bersangkutan mengetahui. Contoh dari norma jabaran adalah surat edaran atau surat instruksi dinas. Jadi jelaslah bahwa norma jabaran bukan merupakan delegated legislation oleh karena bukan ketentuan umum perundang-undangan, bukan undang-undang dalam arti luas. Namun demikian, norma jabaran merupakan perbuatan hukum (rechtshandeling) daripada Administrasi Negara jadi suatu perbuatan yang ditujukan kepada atau dimaksudkan untuk mempunyai akibat-akibat hukum serta mengikat pada pihak yang bersangkutan kepada Pengusa Administrasi Negara. Dengan kata lain, ketidaktaatan kepada atau pelanggaran daripada norma jabaran dikenakan sanksi hukum.

LEGISLASI SEMU (PSEUDO-WETGEVING)
Legislasi semu (Pseudo-wetgeving) adalah penciptaan daripada aturan-aturan hukum oleh pajabat administrasi negara yang berwenang yang sebenarnya dimaksudkan sebagai garis pedoman (richtlijnen) pelaksanaan policy (kebijakan) untuk menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi dipublikasikan secara luas. Dengan demikian, maka timbulah semacam hukum bayangan (spiegelrecht) yang membayangi undang-undang atau hukum yang bersangkutan. Legislasi semu merupakan garis-garis kebijakan intern pejabat administrasi negara.

Kewenangan Pemerintah sebagai administrator, atau dengan perkataan lain kewenangan administrasi negara untuk membuat peraturan-peraturan (rule making power) memang dimana-mana merupakan salah satu masalah yang besar. Salah satu masalah pokoknya adalah bagaimana membuat Administrasi Negara tidak membuat peraturan-peraturan yang mempunyai akibat politik atau konstitusional yang luas. Kewenangan administrasi Negara untuk membuat peraturan menjadi tiga macam yakni penjabaran secara normative daripada ketentuan-ketentuan undang-undang/perundang-undangan menjadi peraturan-peraturan (administrative), interpretasi dari pada pasal-pasal undang-undang yang dijadikan peraturan-peratuan atau instruksi dinas, dan penentuan atau penciptaan daripada kondisi-kondisi nyata untuk membuat ketentuan-ketentuan undang-undang dapat direalisasikan.  Di negara aglo saxon pembuatan peraturan-peratuan oleh administrasi negara tersebut disebut administrative legislation atau delegated legislation atau ordinance making.
Guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan administrasi negara dan untuk mencegah pelanggaran konstitusional maka perlu ada beberapa ketegasan mengenai pelimpahan membuat peraturan tersebut diatas sebagai berikut:
1.     Undang-undang harus menetapkan asas-asas dan premis-ppremis (prakondisi) mana yang tidak boleh dijabarkan atau diintrepretasikan lebih lanjut.
2.     Pendelegasian dibatasi dengan tegas yakni dengan menetapkan dalam pasal yang bersangkutan butir atau hal pa yang didelegasikan, menetapkan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan semacam pedoman (policy guidance) berupa standar atau kriterium untuk pejabat administrasi negara yang bersangkutan.
3.     Mensyaratkan dengan undang-undang (dalam salah satu pasalnya) agar supaya sebelumnya diadakan studi atau penelitian yang secukupnya.
4.     Undang-undang menetapkan jenis dan beratnya sanksi hukum bagi pelanggaran daripada peraturan Administrasi Negara tersebut;
5.     Pelimpahan hanya dilakukan oleh Pejabat Pemerintah atau Administrasi Negara.
6.     Undang-undang menetapkan diadakannya badan atau instansi untuk menampung keluhan, pengaduan atau gugutan.


Dirangkum dari Bukum Hukum Administrasi Negara, Prof Prayudi Admosudirdjo

0 komentar: