Sebagaimana
ditetapkan dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) No.XX/MPRS/1966,
yang masih dinyatakan berlaku oleh Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 Tentang
Peninjauan Produk-produk Hukum yang berupa Ketetapan-ketetapan Majlis
Permusyawarakatan Rakyar Sementara jo. Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 Tentang
Penyempurnaan yang termaktub dalam pasal 3 ketetapan MPR No.V/MPR/1973,
Pancasila dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Adapun yang
dimaksud dengan sumber dari segala sumber hukum adalah pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu,
kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan
mondial, cita-cita mengenai bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai
kehidupan bermasyarakat dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari Budi Nurani
Manusia.
Sumber Hukum dalam Arti Formal
(Resmi) diperhitungkan
terutama bentuk tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh Instansi
Pemerintah yang berwenang. Dengan kata lain bentuk wadah suatu badan pemerintah
tertentu dapat menciptakan hukum. Hukum
Positif didefinisikan sebagai kumpulan asas dan kaidah
hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau
khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara
Indonesia. Pengertian hukum positif diperluas bukan saja yang sedang berlaku
sekarang, melainkan termasuk juga hukum yang pernah berlaku dimasa lalu. Hukum
yang pernah berlaku adalah juga hukum yang berlaku pada waktu tertentu dan
tempat tertentu, sehingga termasuk pengertian hukum positif. Yang dimaksud
dengan sumber hukum dalam arti formal di Indonesia, sebagaimana diatur dalam
Ketetapan MPRS No.XX/MPR/1996 adalah Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan
Majelis Permusyawarakatan Rakyat, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan
Menteri, Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.
Selain sumber hukum tersebut terdapat beberapa
sumber hukum yang menjadi sumber hukum di Republik Indonesia ini yakni Yurisprudensi, Hukum tidak tertulis, Hukum
Internasional, Keputusan Tata Usaha Negara, Doktrin. Yurisprudensi dalam
arti sempit dapat diartikan sebagai ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam
peradilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum. Yurisprudensi juga
diartikan sebagai himpunan putusan-putusan pengadilan yang disusun secara
sistemik. Bahwa putusan badan peradilan dapat dijadikan landasan hukum dengan
jelas dapat dibaca dari pasal 26 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang
Ketentuan –Ketentuan Pokokm Kekuasaan Kehakiman jo (Junto) Pasal 31 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Makamah
Agung. Dalam kedua undang-undang tersebut ditentukan bahwa Makamah Agung
berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan yang
tingkatnya lebih rendah dari undang-undang dengan alas an bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Putusan tentang pernyataan
tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut diambil oleh Makamah Agung
dalam pemeriksaan tingkat Kasasi.
Yang
dimaksud dengan Hukum Tidak tertulis
adalah sebagaimana dijelaskan oleh Soepomo yakni hukum yang tidak dibentuk
oleh badan legislasi (unstatury law) yaitu hukum yang hidup sebagai kovensi di
badan-badan hukum negara, hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim )judge made-law) dan hukum kebiasaan yang
hidup di dalam masyarakat, pendek kata “hukum adat’ dalam arti yang dipakai
dalam ilmu pengetahuan hukum. Undang-undang Dasar 1945 memang tidak ada norma
yang mengatur tentang berlakunya hukum
tidak tertulis, namun demikian dalam Penjelasan Umum Undang-undang Dasar
1945 terdapat keterangan tentang diakuinya hukum tidak tertulis. Hal ini
didasari oleh pernyataan dalam undang undang dasar “Undang-undang Dasar suatu
negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-undang Dasar adalah
hukum dasar yang tertulis, sedang di samping Undang-undang Dasar itu berlaku hukum
dasar yang tidak tertulis, ialah peraturan-peraturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis”.
Sumber
hukum berikutnya adalah Hukum Internasional. Yang dimaksud dengan hukum internasional adalah keseluruhan
kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara yaitu antar negara dengan negara dan antar negara
dengan subyek hukum bukan negara satu sama lainnya. Menurut Piagam Perserikatan
Bangsa-bangsa, pasal 38 ayat (1) dalam mengadili perkara yang diajukan kepada
Makamah Internasional akan dipergunakan perjanjian-perjanjian internasional,
kebiasaan-kebiasaan internasional, prinsip-prinsip umum yang diakui oleh
bangsa-bangsa beradab, keputusan pengadilan dan ajaran sarjana paling
terkemuka.
Sumber
hukum lainnya yang perlu dikemukakan adalah Keputusan Tata Usaha dan Doktrin. Terhadap keputusan hukum (beschikking) dapat dilaksakan pengujian terhadap
pengadilan, apabila keputusan tersebut dibatalkan maka dapat diambil sumber
hukum dari Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan
Doktrin adalah pendapat-pendapat para pakar dalam bidang masing-masing yang
berpengaruh. Pendapat pakar ini dipergunakan sebagai sumber dalam pengambilan
keputusan, terutama oleh para hakim.
(Diresume dari Bukum Pengantar Administrasi Negara, Philiphus dkk. hal 52-66)
0 komentar:
Posting Komentar