Definisi dan Deskripsi Hukum Administrasi
Negara
Definisi
Hukum Administrasi Negara menurut Van Wijk-Konijnenbelt dalam bukunya
Hoofdstukken van Administrastief recht, 9184. P1 dikatakan bahwa hukum
adaministrasi merupakan instrument yuridis bagi penguasa untuk secara aktif
terlibat dengan masyarakat dan pada sisi lain hukum administrasi merupakan
hukum yang memungkinkan anggotanya masyarakat mempengaruhi penguasa dan
memberikan perlindungan terhadap penguasa. Dengan memperhatikan deskripsi
diatas kita dapat memberikan gambaran bahwa hukum administrasi meliputi:
-
Mengatur
sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat
-
Mengatur
cara dan berpartisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian
-
Perlindungan
hukum
-
Menetapkan
norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik.
Sumber-sumber Hukum Administrasi
Sebagaimana
ditetapkan dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
No.XX/MPRS/1966, yang masih dinyatakan berlaku oleh Ketetapan MPR No.V/MPR/1973
Tentang Peninjauan Produk-produk Hukum yang berupa Ketetapan-ketetapan Majlis
Permusyawarakatan Rakyar Sementara jo. Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 Tentang
Penyempurnaan yang termaktub dalam pasal 3 ketetapan MPR No.V/MPR/1973, Pancasila
dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Adapun yang dimaksud dengan
sumber dari segala sumber hukum adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita
hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa,
perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita
mengenai bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan
bermasyarakat dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari Budi Nurani Manusia.
Sumber Hukum dalam Arti Formal
(Resmi) diperhitungkan
terutama bentuk tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh Instansi
Pemerintah yang berwenang. Dengan kata lain bentuk wadah suatu badan pemerintah
tertentu dapat menciptakan hukum. Hukum Positif didefinisikan
sebagai kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini
sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau
melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Pengertian hukum
positif diperluas bukan saja yang sedang berlaku sekarang, melainkan termasuk
juga hukum yang pernah berlaku dimasa lalu. Hukum yang pernah berlaku adalah
juga hukum yang berlaku pada waktu tertentu dan tempat tertentu, sehingga
termasuk pengertian hukum positif. Yang dimaksud
dengan sumber hukum dalam arti formal di Indonesia, sebagaimana diatur dalam
Ketetapan MPRS No.XX/MPR/1996 adalah Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan
Majelis Permusyawarakatan Rakyat, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden,
Peraturan Menteri, Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.
Selain sumber hukum tersebut terdapat beberapa
sumber hukum yang menjadi sumber hukum di Republik Indonesia ini yakni Yurisprudensi, Hukum tidak tertulis, Hukum
Internasional, Keputusan Tata Usaha Negara, Doktrin. Yurisprudensi dalam
arti sempit dapat diartikan sebagai ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam
peradilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum. Yurisprudensi juga
diartikan sebagai himpunan putusan-putusan pengadilan yang disusun secara
sistemik. Bahwa putusan badan peradilan dapat dijadikan landasan hukum dengan
jelas dapat dibaca dari pasal 26 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang
Ketentuan –Ketentuan Pokokm Kekuasaan Kehakiman jo (Junto) Pasal 31 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Makamah
Agung. Dalam kedua undang-undang tersebut ditentukan bahwa Makamah Agung
berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan yang
tingkatnya lebih rendah dari undang-undang dengan alas an bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Putusan tentang pernyataan
tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut diambil oleh Makamah Agung
dalam pemeriksaan tingkat Kasasi.
Yang dimaksud dengan Hukum Tidak tertulis adalah sebagaimana
dijelaskan oleh Soepomo yakni hukum yang tidak dibentuk oleh badan
legislasi (unstatury law) yaitu hukum yang hidup sebagai kovensi di
badan-badan hukum negara, hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim )judge made-law) dan hukum kebiasaan yang
hidup di dalam masyarakat, pendek kata “hukum adat’ dalam arti yang dipakai
dalam ilmu pengetahuan hukum. Undang-undang Dasar 1945 memang tidak ada norma
yang mengatur tentang berlakunya hukum
tidak tertulis, namun demikian dalam Penjelasan Umum Undang-undang Dasar
1945 terdapat keterangan tentang diakuinya hukum tidak tertulis. Hal ini
didasari oleh pernyataan dalam undang undang dasar “Undang-undang Dasar suatu
negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-undang Dasar adalah
hukum dasar yang tertulis, sedang di samping Undang-undang Dasar itu berlaku
hukum dasar yang tidak tertulis, ialah peraturan-peraturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis”.
Sumber hukum berikutnya
adalah Hukum Internasional. Yang dimaksud dengan hukum internasional adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara yaitu
antar negara dengan negara dan antar negara dengan subyek hukum bukan negara
satu sama lainnya. Menurut Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa, pasal 38 ayat (1)
dalam mengadili perkara yang diajukan kepada Makamah Internasional akan
dipergunakan perjanjian-perjanjian internasional, kebiasaan-kebiasaan
internasional, prinsip-prinsip umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab,
keputusan pengadilan dan ajaran sarjana paling terkemuka.
Sumber hukum lainnya yang
perlu dikemukakan adalah Keputusan Tata
Usaha dan Doktrin. Terhadap keputusan hukum (beschikking) dapat dilaksakan pengujian terhadap pengadilan,
apabila keputusan tersebut dibatalkan maka dapat diambil sumber hukum dari
Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan Doktrin
adalah pendapat-pendapat para pakar dalam bidang masing-masing yang
berpengaruh. Pendapat pakar ini dipergunakan sebagai sumber dalam pengambilan
keputusan, terutama oleh para hakim.
Perbedaan Antara Wewenang yang Sifatnya Hukum Publik
dengan Wewenang Hukum Perdata
Wewenang Hukum public
didefinisikan sebagai wewenang untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang
sifatnya hukum public, seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil
keputusan-keputusan atau menetapkan suatu rencana dengan akibat-akibat hukum. Hanya
badan-badan yang memiliki wewenang hukum public, yang sesuai atau menurut
undang-undang saja yang dapat menimbulkan akibat-akibat hukum yang bersifat
hukum public. Pejabat dan dewan-dewan yang memiliki kewenangan yang dapat
memiliki kewenangan hukum tersebut disebut dengan nama badan-badan pemerintahan
administrative dan yang mengeluarkan aturan-aturan. Wewenang hukum perdata
dimiliki oleh orang-orang pribadi dan badan-badan hukum. Suatu lembaga
pemerintahan hanya dapat melakukan wewenang hukum perdata, jika merupakan hukum
sesuai dengan hukum perdata. Pelaksanaan wewenang hukum perdata pada dasarnya
terikat pada aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sama seperti yang berlaku
pada orang pribadi.
Pembedaan antara surat keputusan pembentukan badan
yang bersifat hukum publik dengan yang bersifat hukum perdata adalah jika pembentukan suatu organisasi/badan hukum
terjadi sesuai atau menurut undang-undang, dengan kata lain jika ditetapkan
dalam suatu putusan organisasi yang bersifat hukum public, maka badan hukum
tersebut merupakan organisasi public. Disamping itu suatu organisasi fungsional
yang dapat didirikan dalamm bentuk yayasan atau perseroan terbatas yang
didirikan atas dasar surat keputusan pendirian menurut hukum perdata, maka
badan hukum tersebut merupakan badan hukum yang bersifat perdata.
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (BESCHIKKING)
Keputusan Administrasi
merupakan suatu pengertian yang sangat
umum dan abstrak, yang dalam praktik tampak dalam bentuk keputusan-keputusan
yang sangat berbeda satu dengan lainnya. Namun demikian keputusan-keputusan
administrasi juga mengandung cirri-ciri yang sama, karena akhirnya dalam teori
hanya ada satu pengertian “Keputusan Administrasi”. Apabila kita melihat dapak
dari suatu putusan terhadap orang, maka yang kepadanya itu ditunjukan, maka
kita dapat membuat pembagian yakni Keputusan-keputusan dalam rangka ketentuan-ketentuan
larangan dan/atau perintah, keputusan-keputusan yang menyediakan sejumlah uang,
keputusan-keputusan yang membebankan suatu kewajiban keuangan, keputusan yang
memberikan suatu kedudukan, keputusan penyitaan.
Kompetensi; Atribusi, Delegasi, dan Mandat
Pemikiran negara hukum
menyebabkan bahwa apabila penguasa ingin meletakan kewajiban-kewajiban diatas
para warga masyarakat, maka kewenangan itu harus ditemukan dalam suatu
undang-undang. Di dalamnya juga terdapat suatu legitimasi. Kewenangan membuat
keputusan hanya diperoleh dengan dua cara yaitu atribusi atau dengan delegsi.
Atribusi digunakan dalam hal pemberian suatu kewenangan baru. Sedangkan
delegasi dalam hal pemindahan/pengalihan suatu kewenagan yang sudah ada.
Apabila kewenangan tersebut kurang sempurna, berarti bahwa keputusan yang
berdasarkan kewenangan tersebut tidak sah menurut hukum.
ASAS-ASAS PEMERINTAHAN YANG BAIK
Asas-asas umum
pemerintahan yang layak (ABBB) di Negara Belanda disebut sebagai dasar banding
dan atau pengujian. Lambat laun telah diterima oleh umum, bahwa ABBB harus
dipandang sebagai norma hukum yang tidak tertulis. Adapun asas-asas tersebut
yakni asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan,
dan asas pemberian alasan.
Asas persamaan dapat dijelaskan bahwa hal-hal yang sama harus diberlakukan sama,
dipandang sebagai salah satu asas hukum yang paling mendasar dan berakar
didalam kesadaran hukum. Asas persamaan memaksa pemerintah untuk menjalankan
kebijaksanaan. Apabila pemerintahan dihadapkan pada tugas baru, yang dalam
rangka itu harus mengambil keputusan tata usaha negara, maka pemerintahan
memerlukan aturan-aturan atau pedoman-pedoman. Apabila ia sendiri menyusun
aturan-aturan itu untuk member arah pada pelaksanaan wewenang bebasnya, maka aturan
tersebut merupakan aturan kebijaksanaan. Jadi, tujuan dari aturan kebijaksanaan
ialah menunjukan perwujudan asas perlakuan yang sama atau asas persamaan.
Bagaimana kuatnya asas persamaan ini tertanam pada warga dan administrasi,
tetapi didalam peradilan kita lihat, bahwa relative jarang suatu pendalilan
asas persamaan diterima. Ini terutama disebabkan oleh karena dua atu lebih
keadaan konkrit tidak pernah sepenuhnya sama satu dengan lainnya. Yang menjadi
persoalan ialah, apakah keadaan-keadaan ini pada titik-titik relevan bagi
kebijaksanaan sama atau justru tidak sama. Ini berarti bahwa pemerintah itu
harus dapat memberikan alasan, mengapa untuk pelaksanaan yang sepintas lalu
kelihatannya sama, akhirnya dipandang sebagai hal yang tidak sama.
Asas Kepercayaan ini didefinisikan sebagai atas harapan-harapan yang ditimbulkan sedapat
mungkin harus dipenuhi. Asas ini terutama penting sebagai dasar bagi arti
yuridis dari janji-janji, Keterangan, aturan kebijaksanaan, dan bentuk-bentuk
rencana. Apabila suatu badan pemerintah atau seorang pejabat yang berwenang
bertindak atas nama pemerintah itu memberikan janji kepada seseorang warga,
asas kepeprcayaan menuntut supaya badan pemerintahan tersebut terikat pada
janjinya. Asas kepercayaan juga mensyaratkan bahwa pemerintah harus pula
memperhatikan aturan-aturan kebijaksanaannya sendiri, setidak-tidaknya tidak
menyimpanginya untuk kerugian yang berkepentingan. Penyimpangan yang merugikan
terhadap yang berkepentingan hanya mungkin, bila tujuan suatu peraturan kebijaksanaan
membenarkannya atau didalam peraturan itu telah diadakan pengecualian yang
jelas. Asas kepercayaan tidak menghalangi pemerintah mengubah kebijaksanaan
(untuk kerugian yang berkepentingan). Tetapi asas ini menghalangi kebijaksanaan
diberlakukan surut. Asas ini dapat pula membawa serta bahwa pada perubahan
kebijaksanaan yangmerugikan, harus diadakan masa peralihan yang pantas.
Asas Kepastian Hukum berarti bahwa sikap atau keputusan pejabat administrasi negara yang
manapun tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum atau status hukum Sebagiamana
disampaikan oleh Prof. Prajudi Atmosudirjo dalam bukum Hukum Administrasi
Negara Halaman 88 dijelaskan bahwa asas kepastian hukum mewajibkan kepada
pemerintah/administrasi negara untuk menetapkan peraturan atau perubahan status
hukum sesuatu dengan adanya masa peralihan. Batal karena hukum, adalah setiap
keputusan administrasi negara yang membuat sesuatu yang sebelumnya adalah legal
(sah) secara mendadak (tanpa suatu peralihan) menjadi tidak legal, sehingga
warga masyarakat yang bersangkutan dirugikan. Asas kepastian hukum memiliki dua
aspek, yang satu bersifat formal dan materiil. Aspek hukum materiil berhubungan
erat pada asas kepercayaan. Aspek materiil dapat didefinisikan sebagai suatu
keyakinan/ perasaan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum.
Dengan demikian keyakinan/ perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat)
dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan hukum. Dalam banyak keadaan,
asas kepastian hukum menghalangi badan pemerintah untuk menarik kembali suatu
ketetapan atau mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam aspek kepastian hukum adalah sebagai berikut:
-
Asas kepastian hukum
tidak menghalangi penarikan kembali atau perubahan suatu ketetapan, bila
sesudah sekian waktu dipaksa oleh perubahan keadaan atau pendapat;
- Penarikan kembali atau
perubahan juga mungkin, bila ketetapan yang menguntungkan didasarkan pada
kekeliruan, asal saja kekeliruan itu dapat diketahui oleh yang berkepentingan;
- Demikian pula penarikan
kembali atau perubahan mungkin, bila yang berkepentingan dengan memberikan
keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap, telah ikut menyebabkan terjadinya
ketetapan yang keliru;
-
Penarikan kembali atau
perubahan mungkin, bila syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang dikaitkan
pada suatu ketetapan yang menguntungkan tidak ditaati. Dalam hal ini dikatakan
ada penarikan kembali sebagai sanksi.
Aspek berikutnya adalah
aspek hukum formal. Aspek hukum formal didefinisikan sebagai bentuk
atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku. Jadi karena
bentuknya itulah yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati. Sisi formal dari asas kepastian
hukum membawa serta bahwa ketetapan-ketetapan yang memberatkan dan
ketentuan-ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang menguntungkan
harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberikan hak
kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki
daripadanya.
Asas pemerintahan yang
baik berikutnya adalah Asas Kecermatan. Asas
kecermatan didefinisikan sebagai suatu keputusan harus dipersiapkan dan diambil
dengan cermat. Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan dalam mempersiapkan
dan mengambil ketetapan meneliti semua fakta yang relevan dan memasukan pula
sesmua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta yang
penting kurang diteliti, itu berarti tidak cermat.
Asas Pemberian Alasan berarti bahwa suatu keputusan harus
dapat didukung oleh alasan-alasan yang dijadikan dasarnya. Terhadap asas
pemberian alasan ini didasari oleh tiga hal yakni syarat bahwa suatu ketetapan
harus diberikan alas an, ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh, dan
pemberian alasan harus cukup untuk dapat mendukung. Terhadap suatu syarat bahwa
suatu ketetapan harus diberi alasan
dapat diartikan bahwa setiap keputusan atau ketetapan pemerintahan harus dapat
diberi alasan mengapa ia telah mengambil suatu ketetapan tertentu. Yang
berkepentingan berhak mengetahui alasan-alasan tersebut. Bila suatu ketetapan
merugikan satu orang atau lebih yang berkepentingan, pemerintah baik masyarakat
bahsa pemberian alas an sedapat mungkin diumumkan atau diberikan secara
bersama-sama dengan ketetapan. Terhadap keputusan-keputusan yang diambil
berdasarkan keberatan atau banding, senantiasa harus segera diiringi oleh pemberian
alasan. Agar perlindungan hukum administrasi dapat berfungsi dengan baik, hak
memperoleh alasan-alasan dari suatu ketetapan, penting sekali. Sebab yang
berkepentingan tidak dapat menyusun argumentasi yang baik dalam permohonan banding
atau surat keberatanny, bila ia tidak mengetahui dasar-dasar apa yang dipakai
untuk ketetapan yang merugikan dirinya. Pemberian alas an juga penting bagi
hakim, hal ini dikarenakan dengan tersedianya dasar-dasar ini merupakan
keharusan untuk memberikan argumentasi dalam keputusan yang akan dilaksanakan.
Berikutnya dalam asas
pemberian alasan harus didasarkan fakta
yang teguh. Bagian dari asas pemberian alasan yang teguh ini mengandung
arti bahwa kelompok fakta yang menjadi titik tolak dari ketetapan harus benar.
Bila ternyata bahwa fakta-fakta pokok berbeda dari apa yang dikemukakan atau
diterima oleh badan pemerintah, maka dasar fakta yang teguh dari alas an-alasan
tidak ada. Perlu dicatat, bahwa dalam hal ini biasanya juga terdapat cacat
kecermatan.
Bagian ketiga dari asas
pemberian alasan adalah pemberian alasan
yang dapat mendukung. Asas ini mengandung arti alasan-alasan yang
dikemukakan harus cukup meyakinkan. Pemberian alasan tidak saja harus masuk
akal, tetapi secara keseluruhan harus sesuai dan memiliki kekuatan meyakinkan.
Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa pada akhirnya hamper semua cacat dalam
ketetapan dapat dikembalikan pada catat pemberian alasan.
Yang terakhir yang
menjadi bagian dalam asas pemberian alasan adalah larangan penyalahgunaan
wewenang. Sebagi asas umum pemerintahan yang layak dipandang pula aturan,
bahwa suatu wewenang tidak boleh digunakan untuk tujuan lain selain untuk
tujuan yang diberikan.
ASAS
PEMERINTAHAN FORMAL DAN MATERIAL
Asas kecermatan dan asas
pemberian alasan dipandang sebagai asas-asas pemerintahan yang baik, yang lebih
formal, sebap kedua alasan tersebut tidak segera mengatakan sesuatu tentang isi
dari suatu keputusan yang akan diambil, tetapi lebih tetang persiapannya. Asas
pemberian alasan menyatakan syarat-syarat penggiran, tetapi tidak menentukan
isinya juga asas kepastian hukum menyangkut sisi formal. Asas persamaan, asas
kepercayaan, asas kepastian hukum dapat dipandang sebagi asas-asas materiil
yang layak. Asas-asas ini turut menentukan isi dari suatu keputusan yang akan
diambil. Asas ini juga dijadikan sebagai norma pertimbangan kepentingan yang
jelas tidak patut mempunyai arti materiil.
PENGUMUMAN DOKUMEN ADMINISTRATIF
Pemerintah wajib untuk
mengusahakan keterbukaan dalam melaksanakan tugas pemerintahannya. Dengan
keterbukaan pemerintah, para warga memperolah lebih banyak pengertian tentang
rencana-rencana kebijaksanaan yang akan dijalankan. Hal ini juga akan
berpengaruh terhadap kemungkinan bagi para warga negara untuk meminta
perlindungan hukum terhadap pemerintah, baik sebelum atau sesudahnya. Terdapat fungsi-fungsi
dalam keterbukaan dokumen administrasi sebagai berikut:
-
Fungsi
partisipasi yakni keterbukaan sebagai alat bagi warga negara untuk ikut serta
dalam proses pemerintahan secara mandiri;
-
Fungsi pertanggungjawaban
umum dan pengawasan yakni keterbukaan pada satu sisi sebagai alat bagi penguasa
untuk memberikan pertanggungjawaban di muka umum, pada sisi yang lain sebagai
alat bagi warga untuk mengawasi penguasa.
- Fungsi kepastian
hukum yakni keputusan-keputusan penguasa tertentu yang menyangkut kedudukan
hukum para warga, demi kepentingan kepastian hukum harus dapat diketahui, jadi
harus terbuka;
- Fungsi hak dasar
yakni keterbukaan dapat mengajukan penggunaan hak-hak dasar seperli memilih hak
pilih, kebebasan mengeluarkan pendapat dan hak untuk berkumpul dan berbicara.
0 komentar:
Posting Komentar