2.09.2013

Akankah Politik menjadi Penghancur Nilai-nilai Kebangsaan.

Masih di 2013 di tahun politik, Berjalanannya waktu menjadikan konstalasi perpolitik menjadi semakin tidak ter arah kemana tujuannya. Gejolah politik berlangsung di partai manapun. Mulai dari banyaknya kader golkar yang terkena tembakan peluru akibat korupsi, gelombang stunami juga menerpa partai demokrat dengan kasus hambalang dan centuri, partai amanat nasional yang cenderung adem ayem menjadi korban memberitaan media terhadap kakdernya yang dimungkinkan menggunakan narkoba, partai persautuan pembangunan terjebak dalam kasus pengadaan Al qur'an, yang paling hangat adalah konspirasi daging sapi yang menyerang Partai Keadilan Sejahtera.

Kondisi yang menjadikan semua partai terlibat lingkaran setan yang tak berujung yakni korupsi. Lingkaran setan seakan terus berputar pada alur dan arah yang sama, tanpa tujuan. kemanakah arahnya sangat mudah ditebak. sekali lagi peluru itu bernama korupsi.

Apa gerangan seakan langkah tipu daya mengarah pada hal yang bernama korupsi? tidak lain karena kepentingan masing-masing orang salam merengkuh jabatan, kekuasaan, dan harta. Tidak dapat dipungkiri berpolitik hari ini adalah politik pragmatis, penuh dengan keahausan. Bagaimana mungkin seorang politikus terlepas dari jerat yang bernama korupsi, apabila pada sisi yang sama mereka harus dibebankan biaya yang cukup besar. Bagaimana mungkin orang tidak menggunakan "UANG" untuk memperoleh jabatan politik yang diemban.

Politik tradisional yang melekat pada masyarakat umum adalah pembagian uang (money politics). Politik ini adalah hal yang paling lumrah ditemui di dalam masyarakat. dimana dimulai dari pemilihan ketua RT atau RW, Kepala Desa, Kepala Daerah, Wakil Rakyat, dan Presiden kerap sekali dijumpai hal yang demikian. Seakan faktor logistik menjadi penentu kemenangan dalam pemilihan yang dilaksanakan. Setelah menduduki jabatan politik mereka mulai menguasai, dan mengembalikan pada modal yang dikeluarkan. 

Selanjutnya, pola perpolitikan cenderung lebih modern, biaya politik menjadi lebih kompleks. Tidak hanya ]cara berpolitik yang tradisional yang digunakan, di era yang modern ini penggunakan media sebagai sarana pengenalan terhadap subyek politik menjadi lebih besar pengaruhnya. Bukan legi mengedepankan etika, semua berlomba mencitrakan diri, berlomba menguasai sarana komunikasi langsung, berusaha mengusaha media cetak. Cara yang demikian membutuhkan biaya politik yang tidak sedikit, sangatlah banyak. Selanjutnya darimanakah pelaku politik mampu mengembalikan semua biaya yang telah dikeluarkan.

Permasalahan negeri ini adalah menerapkan sistem yang jauh dari hal yang bisa diharapkan. Pemilu yang seharusnya merupakan jembatan pengatur masyarakat menjadi masyarakat modern tergadaikan dengan sikap para politikus yang oportunis. Sungguh ironis, masalah bangsa ini bukan terletak pada sistem demokrasi, bukan pula sistem pemilu. Tetapi mental bangsa ini yang cenderung kerdil. Bangsa ini lupa akan nilai kejujuran, kedisiplinan, kesungguhan,  etika. Bangsa ini mengedepankan kepentingan pragmatis, kepentingan pribadi dan golongan.

Saya berharap ada suatu terobosan oleh pelaku politik, yang santun dalam berkata. Hemat dalam berpijak. bagaimana mungkin bangsa ini akan besar, apabila tontonan setiap adalah adalah kejahatan, perselingkuhan, rok mini, korupsi. Bangsa ini harus besar dengan tatanan nilai. Nilai kesopanan, nilai idiologi, nilai kesungguhan, kerja karas. 

Pemerintah haru mengontrol media yang memberikan secara bebas, akibatnya banyak kejahatan yang semakin tumbuh luah di masyakat karena mencontoh tayangan televisi, pemerintah harus mengontrol pendidikan yang baik untuk anak indonesia agar tidak cenderung terhadap nilai tetapi etika.

Elit politik seharusnya beretika, apabila kalah dalam proses perpolitikannya pelaku politik, tidak membabi buta sehingga menyerang segala aspek kehidupan. Banyak Hal yang dilakukan dalam kehidupan berbangsa, mulailah dengan etika diri kita sendiri. Menghargai keburukan, dengan kerja keras menerapkan prinsip hidup yang baik.


0 komentar: