Perbuatan-perbuatan hukum (rectshandelingen) serta
keputusan-keputusan (baslissingen) daripada administrasi negara terbagi menjadi
empat yakni penetapan (beschikking),
rencan (plan), norma jabaran (concrete normgeving) dan legislasi semu
(pseudo-wetgeving).
Perbuatan-perbuatan hukum daripada Administrasi Negara tersebut diatas pada
umumnya menciptakan hubungan hukum (rectsbetrekkingen).
Hubungan hukum administrasi negara adalah hubungan hukum yang merupakan suatu
hubungan (relationship) tertentu
antara penguasa dan warga masyarakat yang diatur dalam hukum perdata. Adapun
isi daripada hubungan hukum administrasi negara berupa: suatu kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, suatu hak untuk menagih
atau meminta, suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya
dilarang, dan suatu pemberian status kepada seseorang atau sesuatu sehingga
timbulah seperangkat (set) hubungan-hubungan hukum tertentu.
PENETAPAN
(BESCHIKKING) dapat dirumuskan sebagai
perbuatan hukum sepihak yang bersifat administrasi negara yang dilakukan oleh
pejabat atau instansi penguasa yang berwenang dan berwajib untuk itu. Syarat
utama bagi suatu penetapan adalah bahwa tindak hukum atau perbuatan hukum (rechtshandeling) tersebut harus sepihak
(eenzijdig) dan harus bersifat administrasi negara, artinya
realisasi daripada suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata,
kasual, dan individual. Petetapan terbagi menjadi dua yakni penetapan hukum
positif dan penetapan hukum negative. Penetapan atau Keputusan Administrasi
negara dimuat dalam suatu keputusan dan pada umumnya keputusan dibuat dalam
bentuk tertulis dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Surat Biasa, Surat Edaran,
ataupun berupa disposisi. Penetapan atau Keputusan Administrasi negera dinaman
positif apabila terdapat persetujuan terhadap permasalahan yang diputuskan,
sebaliknya dikatakan negative apabila terdapat penolakan terhadap permohonan
daripada warga masyarakat bersangkutan.
Sebagaimana telah diketahui
bahwa suatu penetapan negative berlaku satu kali artinya begitu diterbitkan dan
disampaikan kepada yang bersangkutan begitupula daya lakunnya (validitasnya)
berakhir sehingga terbuka bagi warga masyarakat yang bersangkutan untuk
mengulangi permohonannya. Dengan sendirinya pengulangan daripada permohonan
tersebut harus diajukan mengemukakan tambahan hal-hal, argumentasi, data. Yang
diharapkan oleh warga masyarakat atas pemohon yang bersangkutan adalah
keputusan yang bersifat positif (pengabulan daripada permohonan seluruh atau
sebagian). Penetapan-penetapan posiitif sehari-hari dapat diklasifikasikan
sebagai berikut Penetapan yang
menciptakan keadaan hukum baru, Penetapan yang menciptakan keadaan hukum baru
hanya terhadap suatu obyek tertentu saja, Penetapan yang membentuk/mencipta
atau membubarkan suatu badan hukum, penetapan yang member beban(kewajiban)
kepada suatu badan atau perorangan, dan penetapan administrasi yang memberikan
keuntungan kepada suatu instansi, badan, perusahaan, atau perorangan.
RENCANA
(PLAN) merupakan salah satu bentuk
baru daripada perbuatan hukum administrasi negara yang menciptakan hubungan
hukum (yang mengikat) antara penguasa dan para warga masyarakat. Dari aspek
hukum administrasi negara rencana didefinisikan sebagai seperangkat tindakan-tindakan
yang terpadu, dengan tujuan agar supaya terciptalah suatu keadaan yang tertib
bilamana tindakan-tindakan tersebut telah direalisasikan. Perangkat tindakan
tersebut dituangkan kedalam satu keputusan Administrasi Negara yang bersifat
perbuatan huku, (rechtshandeling) sehingga
terciptalah akibat-akibat hukum administrasi
negara yang mengikat para warga masyarakat yang bersangkutan kepada pihak
penguasa, satu sama lain memastikan agar supaya tertib keadaan dan
merencanakannya apa yang akan atau harus dilakukan. Rencana adalah perbuatan
hukum sepihak (eenzijdige
rechtshandeling) di bidang hukum
administrasi negara yang dilakukan oleh organ yang berwenang serta berwajib
untuk itu.
Setiap rencana menyinggung atau
mencakup berbagai macam kepentingan daripada pihak-pihak dalam masyarakat dan
kepentinga-kepentingan tersebut selalau berkaitan atau kait mengkait satu
dengan lainnya. Jadi penting sekali bagi setiap pihak yang berkepentingan
selalau diberi tahu oleh penguasa dan mengetahui sampai mana mereka terkena
oleh rencana sedang dibuat atau akan dibuat dan sampau dimana hak-hak mereka
atas obyek-obyek pemilikan mereka telah atau mengalami perubahan.
NORMA
JABARAN ATAU PENORMAAN JABATAN
Norma jabaran adalah suatu
perbuatan hukum (rechtshandeling)
daripada Penguasa Administrasi Negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan
undang-undang mempunyai isi yang konkrit dan praktis dan dapat diterapkan
menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap undang-undang dan apda umumnya juga
pepraturan pemerintah hanya memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat prinsip
atau umum, abstrak, dan impersonal sedangkan dalam praktek kehidupan masyarakat
selalau bersifat konkrit dan kasual (menurut kasus tertentu) dan personal. Oleh
karena itu, maka setiap ketentuan undang-undang (dalam arti luas) yang bersifat
umum perlu dijabarkan lebih lanjut oleh administrasi negara. Penormaan jabaran
bukan penetapan (beschikking)
melainkan suatu sarana belaka untuk membuat ketentuan umum peraundang-undangan
dapat diterapkan kedalam praktek. Norma jabar bukan peraturan yang berlaku
umum, bukan undang-undang dalam arti luas. Namun demikian, norma jabaran wajib
diumumkan secara luas agar supaya setiap warga masyarakan atau pihak yang
bersangkutan mengetahui. Contoh dari norma jabaran adalah surat edaran atau
surat instruksi dinas. Jadi jelaslah bahwa norma jabaran bukan merupakan delegated legislation oleh karena bukan
ketentuan umum perundang-undangan, bukan undang-undang dalam arti luas. Namun
demikian, norma jabaran merupakan perbuatan hukum (rechtshandeling) daripada Administrasi Negara jadi suatu perbuatan
yang ditujukan kepada atau dimaksudkan untuk mempunyai akibat-akibat hukum
serta mengikat pada pihak yang bersangkutan kepada Pengusa Administrasi Negara.
Dengan kata lain, ketidaktaatan kepada atau pelanggaran daripada norma jabaran
dikenakan sanksi hukum.
LEGISLASI
SEMU (PSEUDO-WETGEVING)
Legislasi semu (Pseudo-wetgeving) adalah penciptaan
daripada aturan-aturan hukum oleh pajabat administrasi negara yang berwenang
yang sebenarnya dimaksudkan sebagai garis pedoman (richtlijnen) pelaksanaan policy
(kebijakan) untuk menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi
dipublikasikan secara luas. Dengan demikian, maka timbulah semacam hukum
bayangan (spiegelrecht) yang
membayangi undang-undang atau hukum yang bersangkutan. Legislasi semu merupakan
garis-garis kebijakan intern pejabat administrasi negara.
Kewenangan Pemerintah sebagai administrator, atau dengan perkataan lain kewenangan administrasi negara untuk membuat peraturan-peraturan (rule making power) memang dimana-mana merupakan salah satu masalah yang besar. Salah satu masalah pokoknya adalah bagaimana membuat Administrasi Negara tidak membuat peraturan-peraturan yang mempunyai akibat politik atau konstitusional yang luas. Kewenangan administrasi Negara untuk membuat peraturan menjadi tiga macam yakni penjabaran secara normative daripada ketentuan-ketentuan undang-undang/perundang-undangan menjadi peraturan-peraturan (administrative), interpretasi dari pada pasal-pasal undang-undang yang dijadikan peraturan-peratuan atau instruksi dinas, dan penentuan atau penciptaan daripada kondisi-kondisi nyata untuk membuat ketentuan-ketentuan undang-undang dapat direalisasikan. Di negara aglo saxon pembuatan peraturan-peratuan oleh administrasi negara tersebut disebut administrative legislation atau delegated legislation atau ordinance making.
Guna mencegah penyalahgunaan
kekuasaan administrasi negara dan untuk mencegah pelanggaran konstitusional
maka perlu ada beberapa ketegasan mengenai pelimpahan membuat peraturan
tersebut diatas sebagai berikut:
1.
Undang-undang
harus menetapkan asas-asas dan premis-ppremis (prakondisi) mana yang tidak
boleh dijabarkan atau diintrepretasikan lebih lanjut.
2.
Pendelegasian
dibatasi dengan tegas yakni dengan menetapkan dalam pasal yang bersangkutan
butir atau hal pa yang didelegasikan, menetapkan dalam pasal undang-undang yang
bersangkutan semacam pedoman (policy
guidance) berupa standar atau kriterium untuk pejabat administrasi negara
yang bersangkutan.
3.
Mensyaratkan
dengan undang-undang (dalam salah satu pasalnya) agar supaya sebelumnya
diadakan studi atau penelitian yang secukupnya.
4.
Undang-undang
menetapkan jenis dan beratnya sanksi hukum bagi pelanggaran daripada peraturan
Administrasi Negara tersebut;
5.
Pelimpahan
hanya dilakukan oleh Pejabat Pemerintah atau Administrasi Negara.
6.
Undang-undang
menetapkan diadakannya badan atau instansi untuk menampung keluhan, pengaduan
atau gugutan.
Dirangkum dari Bukum
Hukum Administrasi Negara, Prof Prayudi Admosudirdjo
0 komentar:
Posting Komentar