Sebagaimana diketahui bahwa
campur tangan pemerintah kepada masyarakat semakin luas. Yang paling banyak
menimbulkan permasalahan adalah tindak-tanduk adan kegiatan administrasi
Negara. Terdapat dua permasalahan dalam campur tangan pemerintah kepada
mayarakat yang pertama adalah masyarakat semakin lama semakin sangat tergantung
kepada keputusan-keputusan para pejabat administrasi Negara, oleh karenanya
semakin lama semakin banyak urusan-urusan yang diikat kepada suatu izin atau
persetujuan pemerintah, kedua bagaimana administrasi Negara berfungsi secara
sehat dan selalu memenuhi syarat-syarat sebagai suatu aparatur Negara yang
baik. Terdapat syarat penuaian tugas, fungsi, dan kewajiban yang harus dipenuhi
negara adalah efektifitas (kegiatannya harus mengenai sasaran atau tujuan yang
telah ditetapkan atau direncanakan, legitimitas (kegiatan administrasi Negara
jangan sampai menimbulkan heboh oleh karena tidak dapat diterima oleh
masyarakat setempat atau lingkungan yang bersangkutan, asas yuridikitas adalah
syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para administrasi negar tidak boleh
melawan atau melanggar hukum dalam arti luas, legalitas (merupakan syarat yang
menyatakan bahwa tidak satupun perbuatan
atau keputusan administrai negar yang boleh dilakukan tanpa dasar atau pangkal
suatu ketentuan undang-undang (tertulis)), moralitas, efisiensi, dan teknik dan
teknologi. Bentuk-bentuk daya upaya untuk membuat administrasi Negara dapat
memnuhi syarat-syarat tersebut adalah pengawasan, pembinaan sistematis, pembinaan
personil, dan pengembangan hukum administrasi.
PENGEMBANGAN
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pengembangan daripada Hukum
Administrasi Negara Indonesia yang up to
date yang sesuai dengan bobot, tugas, fungsi, dan kewajiban administrasi
negara Indonesia merupakan sesuatu yang mutlak. Pengembangan tersebut harus
dilakukan secara sistematis. Untuk mengembangkan terhadap pemerintah terlebih
dahulu mengetahui apa yang menjadi kegiatan dari administrasi negara.
Salah satu konsekeunsi dari
negara hukum adalah setiap perbuatan hukum dalam bentuk apapun harus didasari
aturan-aturan administrasi negara (administratieveregels)
yang harus membenarkan kegiatan tersebut (juridische
rechtaardiging). Kegiatan administrasi negara dapat dibedakan menjadi dua
yakni perbuatan yang bersifat yuridis
dan yang bersifat non yuridis. Terdapat
empat macam perbuatan hukum (rechtshandelingen)
administrasi negara yakni penetapan (beschikking),
rencana (plan), norma jabaran (concrete normgeving), legislasi semu (pseudo-wetgeving). Keempat macam
perbuatan hukum daripada administrasi negara tersebut dalam kehidupan
sehari-hari terkenal dengan sebutan keputusan pemerintah, oleh karena itu orang
awam memang tidak dapat mengenal berbagai perbedaan dan pembedaan administrasi
teknis dan yuridis teknis. Yang paling banyak menimbulkan persoalan bagi warga
masyarakat adalah keputusan-keputusan para pejabat administrasi yang dikalangan masyarakat terkenal dengan
sebutan keputusan pemerintah. Sebenarnya keputusan pemerintah sebagai
Pemerintah tidak dirasakan efeknya oleh warga masyarakat secara langsung oleh
Karena suatu keputusan pemerintah (regeringsbesluit)
selalu bersifat umum, prinsipil, abstrak, dan impersonal artinya sama
sekali tidak mengenai seorang individu tertentu pada kasus tertentu. Yang
mempunyai effek langsung adalah keputusan pemerintah sebagai administrator,
oleh karena keputusan administrasi (administrative
beschikking) selalu bersifat individual, kausal, konkrit, dan khas. Namun, didalam praktik sukar bagi para warga
negara untuk dapat membedakan oleh karena didalam keputusan kedua macam
keputusan pemerintah mengambila keputusan sebagai penguasa (overhead, public authority). Jadi
penguasa itu bida pemerintah sebagai pemerintah atau administrator negara. Dalam
kedua hal tersebut Pemerintah mengambil keputusan dengan wewenang yang sama
yakni wewenang kenegaraan atau wewenang public, akan tetapi sebagai Pemerintah
mengambil keputusan pemerintahan dan sebagai administrator mengambil keputusan
administrative. Keputusan pemerintahan merupakan keputusan pelaksanaan atau
eksekutif (politieke daad) artinya
penegakan undang-undang dan wibawa negara. Keputusan administrative merupakan
keputusan penyelenggaraan atau realisasi (materiele
daad).
Penggunaan daripada wewenang
public harus wajib mengikuti aturan-aturan Hukum Administrasi Negara agar
supaya tidak terjadi penyalahgunaan, oleh karena wewenang public tersebut
terdiri atas dua kekuasaan yang luar biasa artinya tidak bias dilawan dengan
jalan yang biasa yakni wewenang prealabel (merupakan wewenang melaksanakan
keputusan-keputusan yang diambil tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari
instansi atau seseorang perorangan yang manapun) dan wewenang ex officio (semua keputusan yang diambil
karena jabatan tidak dapat dilawan oleh siapapun yang berani melawan deikanakan
sanksi pidana missal pasal 160, 161, 211, 212, dan 216 KUHP).
Semua keputusan yang diambil
pada asasnya harus atas permintaan tertulis, baik dari instansi atau seorang
perorangan. Keputusan tanpa adanya suatu (surat) permintaan adalah batal karena
hukum. Keputusan-keputusan yang diambil atas permintaan terikat pada tiga asas
hukum yakni asas yuridikitas, asas legalitas, dan asas diskresi. Asas
yuridikitas menjelaskan bahwa keputusan pemerintah maupun administrative tidak
boleh melanggar hukum. Asas legalitas dijelaskan bahwa keputusan harus diambil
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Asas dikresi dijelaskan
bahwa pejabat atau penguasa tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan
tidak ada peraturannya. Dan oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil
keputusan menurut pendapatnya sendiri asalakan tidak melanggar asas yuridikitas
dan asas legalitas. Terdapat dua macam diskresi yakni diskresi bebas dan
diskresi terikat. Dikresi bebas terkait dengan keputusan administrasi atau
pejabat negara berdasarkan batasan yang ada di dalam undang-undang. Sedangkan
diskresi terikat bilaman undang-undang menetapkan beberapa alternative untuk
dipilih salah satu yang oleh pejabat administrasi dianggap yang paling dekat.
ASAS-ASAS
PEMERINTAHAN ATAU ADMINISTRASI YANG BAIK
Untuk mencegah penyalahgunaan
jabatan dan wewenang, atau lebih tepatnya untuk mencapai dan memelihara adanya
pemerintahan dan administrasi yang baik, yang bersih maka terdapat beberapa
asas kebonafitan pemerintahan/administrasi negara, yang dapat dibagi menjadi
dua golongan atau katagori sebagai berikut:
1.
Asas-asas yang
mengenai prosedur dan atau proses pengambilan keputusan, bilamana dilanggar
secara otomatis membuat keputusan yang bersangkutan batal demi hukum.
Asas ini meliputi
beberapa hal sebagai berikut:
a.
Asas
yang menyatakan bahwa orang-orang yang ikut menentukan atau mempengaruhi
terjadinya keputusan tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi (vested interest) didalam keputusan
tersebut, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
b.
Asas
yang menyatakan bahwa keputusan-keputusan yang merugikan atau mengurangi
hak-hak warga negara tidak boleh diambil sebelum member kesempatan kepada warga
negara untuk membela kepentingannya.
c.
Asas
yang menyatakan bahwa konsideran (pertimbangan) daripada keputusan wajib cocok
dengan atau dapat membenarkan dictum (penetapan) daripada keputusan tersebut
dan bahwa konsiderans tersebut mempergunakan fakta-fakta yang benar.
2.
Asas-asas yang
mengenai kebenaran daripada fakta-faktanya yang dipakai sebagai dasar dalam
pembuatan keputusannya.
Aasas ini meliputi
beberapa hal sebagai berikut:
a.
Asas
larangan kesewenang-wenangan, Perbuatan atau keputusan sewenang-wenang (Willekeur, arbitrary act) adalah suatu
perbuatan atau keputsan administrasi negara yang tidak mempertimbangkan semua
factor yang relevant dengan kasus yang bersangkutan secara lengkap dan wajar,
sehingga tampak atau terasa oleh orang-orang yang berfikir sehat (normal)
adanya ketimpangan. Sikap sewenang-wenang akan terjadi bilamana pejabat
administrasi negara yang bersangkutan menolak untuk meninjau kembali keputusan
yang oleh masyarakat bersangkutan dianggap tidak adil.
b.
Asas
larangan penyalahgunaan jabatan atau wewenang (detournement de pouvoir), yang
dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang adalah bilaman suatu wewenang yang
diperoleh suatu pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang
bertentangan dengan atau menyimpang daripada apa yang dimaksud atau dituju oleh
wewenang sebagaimana ditetapkan atau ditentukan oleh undang-undang yang
bersangkutan.
c.
Asas
kepastian hukum berarti bahwa sikap atau pejabat administrasi negara yang
manapun tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum atau status hukum. Asas
kepastian hukum mewajibkan kepada Pemerintah administrasi negara untuk
menetapkan peraturan atau perubahan status hukum sesuatu dengan suatu masa
peradilan. Batal karena hukum (van
rechtswege) adalah setiap keputusan administrasi negara yang membuat
sesuatu yang sebelumnya adalah legal (sah) secara mendadak (tanpa adanya masa
peralihan) menjadi tidak legal, sehingga masyarakat yang bersangkutan
dirugikan.
d.
Asas
larangan melaksanakan diskriminasi hukum artinya bahwa para pejabat
Administrasi Negara harus mampu berfikir, mempertimbangkan segala sesuatu dan
melakuka evaluasai sedemikian rupa sehingga benar-benar mempunyai kemantapan
jiwa untuk memperlakukan kasus-kasus yang sama dengan cara dan kesudahan yang
sama, tidak pandang bulu, tidak pilih kasih, dan tetap pada pendirian.
e.
Asas
batal karena kecerobohan pejabat yang bersangkutan berarti bahwa bilamana
seorang pejabat administrasi negara telah mengambil keputusan dengan ceroboh,
kurang teliti dalam mempertimbangkan factor-faktor yang bersangkutan yang
dikemukakan oleh seorang warga masyarakat yang menguntungkan baginya, sehingga
warga masyarakat yang bersangkutan dirugikan, maka keputusan tersebut otomatis
menjadi batal. Hal tersebut berarti bahwa segera setelah kecerobohan,
memperbaiki keputusan dengan keputusan yang baru.
PERBUATAN DAN KEPUTUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
Perbuatan-perbuatan hukum (rectshandelingen) serta
keputusan-keputusan (baslissingen) daripada administrasi negara terbagi menjadi
empat yakni penetapan (beschikking),
rencan (plan), norma jabaran (concrete normgeving) dan legislasi semu
(pseudo-wetgeving).
Perbuatan-perbuatan hukum daripada Administrasi Negara tersebut diatas pada
umumnya menciptakan hubungan hukum (rectsbetrekkingen).
Hubungan hukum administrasi negara adalah hubungan hukum yang merupakan suatu
hubungan (relationship) tertentu
antara penguasa dan warga masyarakat yang diatur dalam hukum perdata. Adapun
isi daripada hubungan hukum administrasi negara berupa: suatu kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, suatu hak untuk menagih
atau meminta, suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya
dilarang, dan suatu pemberian status kepada seseorang atau sesuatu sehingga
timbulah seperangkat (set) hubungan-hubungan hukum tertentu.
PENETAPAN
(BESCHIKKING) dapat dirumuskan sebagai
perbuatan hukum sepihak yang bersifat administrasi negara yang dilakukan oleh
pejabat atau instansi penguasa yang berwenang dan berwajib untuk itu. Syarat
utama bagi suatu penetapan adalah bahwa tindak hukum atau perbuatan hukum (rechtshandeling) tersebut harus sepihak
(eenzijdig) dan harus bersifat administrasi negara, artinya
realisasi daripada suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata,
kasual, dan individual. Petetapan terbagi menjadi dua yakni penetapan hukum
positif dan penetapan hukum negative. Penetapan atau Keputusan Administrasi
negara dimuat dalam suatu keputusan dan pada umumnya keputusan dibuat dalam
bentuk tertulis dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Surat Biasa, Surat Edaran,
ataupun berupa disposisi. Penetapan atau Keputusan Administrasi negera dinaman
positif apabila terdapat persetujuan terhadap permasalahan yang diputuskan,
sebaliknya dikatakan negative apabila terdapat penolakan terhadap permohonan
daripada warga masyarakat bersangkutan.
Sebagaimana telah diketahui
bahwa suatu penetapan negative berlaku satu kali artinya begitu diterbitkan dan
disampaikan kepada yang bersangkutan begitupula daya lakunnya (validitasnya)
berakhir sehingga terbuka bagi warga masyarakat yang bersangkutan untuk
mengulangi permohonannya. Dengan sendirinya pengulangan daripada permohonan
tersebut harus diajukan mengemukakan tambahan hal-hal, argumentasi, data. Yang
diharapkan oleh warga masyarakat atas pemohon yang bersangkutan adalah
keputusan yang bersifat positif (pengabulan daripada permohonan seluruh atau
sebagian). Penetapan-penetapan posiitif sehari-hari dapat diklasifikasikan
sebagai berikut Penetapan yang
menciptakan keadaan hukum baru, Penetapan yang menciptakan keadaan hukum baru
hanya terhadap suatu obyek tertentu saja, Penetapan yang membentuk/mencipta
atau membubarkan suatu badan hukum, penetapan yang member beban(kewajiban)
kepada suatu badan atau perorangan, dan penetapan administrasi yang memberikan
keuntungan kepada suatu instansi, badan, perusahaan, atau perorangan.
RENCANA
(PLAN) merupakan salah satu bentuk
baru daripada perbuatan hukum administrasi negara yang menciptakan hubungan
hukum (yang mengikat) antara penguasa dan para warga masyarakat. Dari aspek
hukum administrasi negara rencana didefinisikan sebagai seperangkat tindakan-tindakan
yang terpadu, dengan tujuan agar supaya terciptalah suatu keadaan yang tertib
bilamana tindakan-tindakan tersebut telah direalisasikan. Perangkat tindakan
tersebut dituangkan kedalam satu keputusan Administrasi Negara yang bersifat
perbuatan huku, (rechtshandeling) sehingga
terciptalah akibat-akibat hukum administrasi
negara yang mengikat para warga masyarakat yang bersangkutan kepada pihak
penguasa, satu sama lain memastikan agar supaya tertib keadaan dan
merencanakannya apa yang akan atau harus dilakukan. Rencana adalah perbuatan
hukum sepihak (eenzijdige
rechtshandeling) di bidang hukum
administrasi negara yang dilakukan oleh organ yang berwenang serta berwajib
untuk itu.
Setiap rencana menyinggung atau
mencakup berbagai macam kepentingan daripada pihak-pihak dalam masyarakat dan
kepentinga-kepentingan tersebut selalau berkaitan atau kait mengkait satu
dengan lainnya. Jadi penting sekali bagi setiap pihak yang berkepentingan
selalau diberi tahu oleh penguasa dan mengetahui sampai mana mereka terkena
oleh rencana sedang dibuat atau akan dibuat dan sampau dimana hak-hak mereka
atas obyek-obyek pemilikan mereka telah atau mengalami perubahan.
NORMA
JABARAN ATAU PENORMAAN JABATAN
Norma jabaran adalah suatu
perbuatan hukum (rechtshandeling)
daripada Penguasa Administrasi Negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan
undang-undang mempunyai isi yang konkrit dan praktis dan dapat diterapkan
menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap undang-undang dan apda umumnya juga
pepraturan pemerintah hanya memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat prinsip
atau umum, abstrak, dan impersonal sedangkan dalam praktek kehidupan masyarakat
selalau bersifat konkrit dan kasual (menurut kasus tertentu) dan personal. Oleh
karena itu, maka setiap ketentuan undang-undang (dalam arti luas) yang bersifat
umum perlu dijabarkan lebih lanjut oleh administrasi negara. Penormaan jabaran
bukan penetapan (beschikking)
melainkan suatu sarana belaka untuk membuat ketentuan umum peraundang-undangan
dapat diterapkan kedalam praktek. Norma jabar bukan peraturan yang berlaku
umum, bukan undang-undang dalam arti luas. Namun demikian, norma jabaran wajib
diumumkan secara luas agar supaya setiap warga masyarakan atau pihak yang
bersangkutan mengetahui. Contoh dari norma jabaran adalah surat edaran atau
surat instruksi dinas. Jadi jelaslah bahwa norma jabaran bukan merupakan delegated legislation oleh karena bukan
ketentuan umum perundang-undangan, bukan undang-undang dalam arti luas. Namun
demikian, norma jabaran merupakan perbuatan hukum (rechtshandeling) daripada Administrasi Negara jadi suatu perbuatan
yang ditujukan kepada atau dimaksudkan untuk mempunyai akibat-akibat hukum
serta mengikat pada pihak yang bersangkutan kepada Pengusa Administrasi Negara.
Dengan kata lain, ketidaktaatan kepada atau pelanggaran daripada norma jabaran
dikenakan sanksi hukum.
LEGISLASI
SEMU (PSEUDO-WETGEVING)
Legislasi semu (Pseudo-wetgeving) adalah penciptaan
daripada aturan-aturan hukum oleh pajabat administrasi negara yang berwenang
yang sebenarnya dimaksudkan sebagai garis pedoman (richtlijnen) pelaksanaan policy
(kebijakan) untuk menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi
dipublikasikan secara luas. Dengan demikian, maka timbulah semacam hukum
bayangan (spiegelrecht) yang
membayangi undang-undang atau hukum yang bersangkutan. Legislasi semu merupakan
garis-garis kebijakan intern pejabat administrasi negara.
Kewenangan Pemerintah sebagai administrator, atau dengan perkataan lain kewenangan administrasi negara untuk membuat peraturan-peraturan (rule making power) memang dimana-mana merupakan salah satu masalah yang besar. Salah satu masalah pokoknya adalah bagaimana membuat Administrasi Negara tidak membuat peraturan-peraturan yang mempunyai akibat politik atau konstitusional yang luas. Kewenangan administrasi Negara untuk membuat peraturan menjadi tiga macam yakni penjabaran secara normative daripada ketentuan-ketentuan undang-undang/perundang-undangan menjadi peraturan-peraturan (administrative), interpretasi dari pada pasal-pasal undang-undang yang dijadikan peraturan-peratuan atau instruksi dinas, dan penentuan atau penciptaan daripada kondisi-kondisi nyata untuk membuat ketentuan-ketentuan undang-undang dapat direalisasikan. Di negara aglo saxon pembuatan peraturan-peratuan oleh administrasi negara tersebut disebut administrative legislation atau delegated legislation atau ordinance making.
Guna mencegah penyalahgunaan
kekuasaan administrasi negara dan untuk mencegah pelanggaran konstitusional
maka perlu ada beberapa ketegasan mengenai pelimpahan membuat peraturan
tersebut diatas sebagai berikut:
1.
Undang-undang
harus menetapkan asas-asas dan premis-ppremis (prakondisi) mana yang tidak
boleh dijabarkan atau diintrepretasikan lebih lanjut.
2.
Pendelegasian
dibatasi dengan tegas yakni dengan menetapkan dalam pasal yang bersangkutan
butir atau hal pa yang didelegasikan, menetapkan dalam pasal undang-undang yang
bersangkutan semacam pedoman (policy
guidance) berupa standar atau kriterium untuk pejabat administrasi negara
yang bersangkutan.
3.
Mensyaratkan
dengan undang-undang (dalam salah satu pasalnya) agar supaya sebelumnya
diadakan studi atau penelitian yang secukupnya.
4.
Undang-undang
menetapkan jenis dan beratnya sanksi hukum bagi pelanggaran daripada peraturan
Administrasi Negara tersebut;
5.
Pelimpahan
hanya dilakukan oleh Pejabat Pemerintah atau Administrasi Negara.
6.
Undang-undang
menetapkan diadakannya badan atau instansi untuk menampung keluhan, pengaduan
atau gugutan.
Dirangkum dari Bukum
Hukum Administrasi Negara, Prof Prayudi Admosudirdjo
3 komentar:
Bagus, terimakasih telah membantu
Contoh yg dilaksanakn didaerah bentkx seperti apa yaaa?
Selain pelayann KTP, AKTE, apa lagi yg berhubungn dengn administrasi publik?
Posting Komentar