Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 Negara Indonesia
merupakan negara hukum (The Rule Of Law
State). Didalam berpraktik sebagai negara hukum maka kita perlu mengetahui
tentang asas-asas negara hukum. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Prayudi Admosudirjo dalam bukunya
Hukum Administrasi Negara halaman 20 bahwa asas-asas pokok negara hukum terbagi
menjadi tiga yakni asas monopoli memakasa, asas persetujuan rakyat, dan asas
persekutuan hukum.
Asas monopoli memaksa berarti bahwa monopoli penggunaan
kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang menaati
apa yang terjadi pada keputusan penguasa negara hanya berada di tangan pejabat
penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Jadi siapapun yang lain
dari yang berwenang/berwajib dilarang. Barang siapa melaksanakan penggunaan
kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang sebagaimana dimaksud
maka disebut “main hakim sendiri”.
Asas Persetujuan
Rakyat berarti
bahwa orang (warga negara) hanya wajib tunduk dan dipaksa untuk tunduk kepada
peraturan yang dicipta secara sah dengan persetujuan langsung (undang-undang
formal) atau tidak langsung (legislasi delegatif atau peraturan atas kuasa
undang-undang) dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dapat diambil contoh bilamana
terdapat peraturan tentang pengutan atau sumbangan yang tidak diperintahkan
atau atas kuasa peraturan perundang-undangan maka peraturan tersebut menjadi
tidak sah, dan hakim pengadilan wajib membebaskan setiap yang dituntut oleh karena tidak mau menaatinya, dan
bilamana pejabat penguasa memaksakan peraturan tersebut, maka dia dapat
dituntut sebagai penyalagunaan kekuasaan negara, minimal digugat sebagai
perkara “perbuatan penguasa melawan hukum”.
Asas Persekutuan Hukum
berarti bahwa
rakyat dan penguasa negara bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum (legal partnership), sehingga para pejabat Pengusaha Negara didalam
menjalankan tugas dan fungsi beserta menggunakan kekuasaan negara mereka tunduk
terhadap hukum (undang-undang) yang sama dengan rakyat (warga masyarakat). Dengan
hal ini dapat diartikan bahwa baik pejabat pengusahan negara maupun para warga
masyarakat berada di bawah dan untuk terhadap hukum (undang-undang) yang sama. Inilah
yang disebut dengan asas persamaan di bidang hukum (equality before the law) yang berarti bahwa ppejabat pengusaha
negara didalam dan pada waktu menjalankan tugas kewajiban untuk negarapun tidak
kebal hukum, tidak boleh melanggar hukum, tidak boleh melanggar tata kesopanan,
dan tidak boleh melanggar kode etik.
0 komentar:
Posting Komentar