Dalam dunia kerja bukan hanya IQ yang
berperan penting tetapi adalah bagaimana kinerja dan kestabilan kerja serta
keajegan kerja yang ditunjukkan oleh pekerja tersebut. Sehingga dalam setiap
tes seleksi karyawan selalu melakukan psikotes untuk para karyawan untuk
menyaring karyawan-karyawan yang mempunyai kapabilitas dan kompetensi yang
sesuai dengan keinginan perusahaan atau lembaga yang melakukan seleksi
karyawan.
Kebanyakan calon tenaga kerja yang
mengikuti tes seleksi kayawan menghadapi kendala pada sesi psikotes. Kebanyakan
mereka gagal dan dianggap tidak layak menjadi karyawan karena tidak lulus
psikotes. Hal ini menjadi momok para calon tenaga kerja yang mengakibatkan
mereka tidak bisa diterima sebagai karyawan.
Melihat peluang ini menimbulkan marak dan
menjamur pelatihan pelatihan yang berorientasi pada kerja, dengan memberikan
fasilitas magang kerja lembaga-lembaga pelatihan menarik konsumen untuk
mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh lembaga tersebut. Mulai dari pelatihan bagaimana sukses membuat
lamaran kerja sampai pada pelatihan sukses menghadapi interview. Semua itu
diberikan kepada konsumen dengan ukuran tertentu.
Orang-orang yang terlibat dalam pelatihan
tersebut bukan orang yang sembarangan tetapi mempunyai kapabilitas yang
kompeten sehingga hal ini menjadi keunggulan lembaga-lembaga kerja tersebut.
Hanya saja meskipun demikian ada saja yang tidak sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
Pelanggaran ini terjadi pada sebuah lembaga
Magang yang berorientasi pada penempatan magang kerja pada lembaga-lembaga yang
mempunyai link dengan lembaga ini. Adapun bentuk pelanggarannya sendiri adalah
melakukan pelatihan kiat-kiat sukses kerja dengan bahan materi membahas tentang
sukses mengerjakan alat-alat psikotes. Materi ini diberikan oleh orang yang tidak
berkompeten karena hanya bertitel S1 Psikologi.
Para
peserta pelatihan diberikan materi tentang apa saja alat psikotes yang biasa
dipakai dalam seleksi karyawan dan dan bagaimana kiat-kiat agar bisa
mengerjakan alat psikotes tersebut sehingga bisa lulus seleksi karyawan.
Bukan hanya itu pemateri yang memberikan
bahan tersebut tidak mempunyai lisensi untuk melakukan pemeriksaan psikologis
apalagi memperkenalkan alat tes psikologis kepada khalayak umum karena masih
bertitel sarjana Psikologi.
Dalam psikotes para psikolog menggunakan
tes-tes psikologis yang fungsinya memberikan data tentang individu. Dan tidak
semua orang boleh tahu alat tes itu karena menyangkut validitas dan
reliabilitas alat tes tersebut.
Jika alat tes diberikan kepada orang-orang
tertentu dengan tujuan tertentu hal ini jelas menyalahi kode etik psikologi
karena sama halnya dengan membocorkan kerahasiaan data pada pihak tertentu
apalagi dengan imbalan tertentu.
Apalagi yang menyampaikan tentang materi
ini hanya bertitel ilmuwan psikologi dari segi kompetensi di sebutkan dalam
kode etik tidak berhak untuk menggunakan alat tes psikologi dalam hal
diagnosis, prognosis, konseling dan psikoterapi.
0 komentar:
Posting Komentar